- Back to Home »
- kemuhamadiyahan 3 »
- memperdalam masuknya iman
Posted by : Unknown
Rabu, 13 Mei 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada zaman modern kini yang beberapa orang bahwa ini
adalah zaman jahiliyah modern. Dimana keadaan zaman sekarang ini moral sudah
mengikis dalam masing-masing individu. Hal itu bisa terjadi karena kurangnya
keimanan pada diri seseorang.
Dasar
iman orang-orang islam adalah ada enam iman yang harus selalu diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari dan harus diyakini. Suatu akidah yang bersih lagi hak,
jika telah melekat dengan mantap pada seseorang, pastilah membuat segala perilaku
kehidupannya menjadi istiqamah. Dan, jika aqidah yang bersih lagi hak
telah menaungi suatu masyarakat, maka akan tegaklah masyarakat tadi dan sanggup
mencapai kesempurnaan puncak kemanusiaan.
Beragama adalah suata bentuk keyakinan manusia terhadap
berbagai hal yang yang diajarkan oleh agama yang dianutnya. Beragama berarti
meyakini secara bulat terhadap pokok-pokok ajaran dan keyakinan sebuah agama.
Oleha keran itu, tidak ada manusia yang mengaku beragama tanpa ia meyakini
apa-apa yang ditetapkan oleh agama tersebut.
Dalam agama Islam terdapat pilar-pilar keimanan yang
dikenal dengan rukun Iman, terdiri dari enam pilar. Enam pilar keimanan umat
Islam tersebut merupakan sesuatu yang wajib dimiliki oleh setiap muslim. Tanpa
mempercayai salah satunya maka gugurlah keimanannya, sehingga mengimani ke enam
rukun iman tersebut merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar
lagi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan iman
2. Apa saja rukun iman
3. Bagaiamana cara memperdalam masuknya iman
C. Tujuan
1. memahami tentang iman
2. mengerti tentang rukun iman
3. menganalisa cara memperdalam masuknya iman
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman Dalam Agama Islam
Iman secara
etimologis berarti 'percaya'. Perkataan iman. Iman
secara bahasa berarti tashdiq
(membenarkan). Sedangkan secara istilah syar’i, iman adalah "Keyakinan
dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan, bertambah dengan
melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat". Para ulama salaf menjadikan
amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang,
sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang". Ini adalah definisi
menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih,
madzhab Zhahiriyah dan segenap ulama selainnya. Dengan demikian definisi iman memiliki 5 karakter: keyakinan hati,
perkataan lisan, dan amal perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang.
artinya : Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Fath: 4)
artinya : Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Fath: 4)
Definisi Iman berdasarkan hadist merupakan tambatan hati yang diucapkan dan
dilakukan merupakan satu kesatuan. Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati,
ucapan dan perbuatan sama dalam satu keyakinan, maka orang - orang beriman
adalah mereka yang di dalam hatinya, disetiap ucapannya dan segala tindakanya
sama, maka orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur atau orang
yang memiliki prinsip. atau juga pandangan dan sikap hidup. Jadi,dapat
di simpukan,seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman)
sempurna apabila memenuhi unsur unsur keimanan di atas. Apabila seseorang
mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan
lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, unsur unsur keimanan tersebut
merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Keimanan adalah hal
yang paling mendasar yang harus dimiliki seseorang. Allah memerintahkan agar
ummat manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman Allah :
Artinya
: “Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya
(Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RasulNya, serta
kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka
sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.”
(Q.S.
An Nisa : 136)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada Allah, maka akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.Maka pegang teguhlah keimanan yang sudah anda miliki.
B.
Pengertian Rukun Iman
Rukun
Iman dapat diartikan sebagai pilar keyakinan, yakni pilar-pilar keyakinan
seorang muslim, dalam hal ini terdapat enam pilar keyakinan atau rukun iman
dalam ajaran Islam.
Artinya
: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu
suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah:177)
1.
Iman Kepada Allah Ta’ala
Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah
adalah Rabb dan Raja segala sesuatu, Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rizki,
Yang Menghidupkan, dan Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi.
Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh
diberikan kepada selain-Nya, Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan,
dan kemuliaan, serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.
Mempercayai bahwa Allah itu adalah Zat (essensi) dan Ada
(eksistensi) pada Allah Maha Esa itu merupakan satuan, Ada pada Allah itu
bersifat mutlak, berbeda dengan eksistensi manusia bersifat nisbi. Aliran Sunni
menambahkan beberapa Sifat-Ilah yang merupakan suatu kemestian, yaitu Azali
(al-Qidam), kekal tanpa batas (al-Baqa), berbeda dengan setiap kebaharuan
(Mukhâlafat lil Hawâdits), keberadaannya itu pada zat-Nya sendiri (Qiyâmuhu bi
Nafsihi), maha esa (al-Wahdâniyat), berkemampuan tanpa batas (al-Qudrat),
berkemauan tanpa hambatan (al-Irâdat), tahu atas setiap sesuatu (al-u), hidup
(al-Hayt), mendengar (al-Samak), menyaksikan (al-Bashar), berbicara menurut
zat-Nya (al-Kalam).
Iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari seluruh iman
yang tergabung dalam rukun iman. Karena iman kepada Allah SWT merupakan pokok
dari keimanan yang lain, maka keimanan kepada Allah SWT harus tertanam dengan
benar kepada diri seseorang. Sebab jika iman kepada Allah SWT tidak tertanam
dengan benar, maka ketidak-benaran ini akan berlanjut kepada keimanan yang
lain, seperti iman kepada malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab Nya, rasul-rasul
Nya, hari kiamat, serta qadha dan qadar Nya. Dan pada akhirnya akan merusak
ibadah seseorang secara keseluruhan. Di masyarakat tidak jarang kita jumpai
cara-cara beribadah seorang yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, padahal
orang tersebut mengaku beragama Islam.
Ditinjau dari segi yang umum dan yang khusus ada dua cara beriman kepada
Allah SWT :
a. Bersifat Ijmali
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat ijmali
maksudnya adalah, bahwa kita mepercayai Allah SWT secara umum atau secara garis
besar. Al-Qur’an sebagai suber ajaran pokok Islam telah memberikan pedoman
kepada kita dalam mengenal Allah SWT. Diterangkan, bahwa Allah adalah dzat yang
Maha Esa, Maha Suci. Dia Maha Pencipta, Maha Mendengar, Maha Kuasa, dan Maha
Sempurna.
b. Bersifat Tafshili
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat tafsili,
maksudnya adalah mempercayai Allah secara rinci. Kita wajib percaya dengan
sepenuh hati bahwa Allah SWT memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan
sifat-sifat makhluk Nya. Sebagai bukti adalah adanya “Asmaul Husna” yang kita
dianjurkan untuk berdoa dengan Asmaul Husna serta menghafal dan juga meresapi
dalam hati dengan menghayati makna.
2. Iman Kepada Para Malaikat-Nya
Iman kepada
malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat,
yang diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh
Allah, adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Adapun yang diperintahkan
kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih siang dan malam tanpa
berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan yang
diperintahkan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat
mutawatir dari nash-nash Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap gerakan di
langit dan di bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai
pelaksanaan perintah Allah Azza wa Jalla. Maka, wajib mengimani secara tafshil (terperinci),
para malaikat yang namanya disebutkan oleh Allah, adapun yang belum disebutkan
namanya, wajib mengimani mereka secara ijmal (global).
3. Iman
Kepada Kitab-Kitab
Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah
memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya, yang
benar-benar merupakanKalam (firman, ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan
petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang mengetahui
jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secaraijmal, kecuali yang telah
disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib baginya mengimaninya
secara tafshil, yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an. Selain wajib
mengimani bahwa Al-Qur’an diturunkan dari sisi Allah, wajib pula mengimani
bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh
kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan
kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur’an
merupakan tolok ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur’anlah yang
dijaga oleh Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur’an adalah Kalam Allah
yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali
kepada-Nya.
4. Iman
Kepada Rasul-rasul
Iman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa
Allah telah mengutus para rasul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan
kepada cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa Dia mengutus para rasul
itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira dan ancaman kepada mereka. Maka,
wajib beriman kepada semua rasul secara ijmal sebagaimana wajib pula
beriman secara tafshilkepada siapa di antara mereka yang disebut namanya
oleh Allah, yaitu 25 diantara mereka yang disebutkan oleh Allah dalam
Al-Qur’an. Wajib pula beriman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan
nabi-nabi selain mereka, yang jumlahnya tidak diketahui oleh selain Allah, dan
tidak ada yang mengetahui nama-nama mereka selain Allah Yang Maha Mulia dan
Maha Tinggi. Wajib pula beriman bahwa Muhammad shalalallahu alaihi wa salam
adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi
bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya.
Kecuali mesti beriman terhadap Nabi Muhammad, yang merupakan bagian
kedua pada Syahadatain, maka setiap Muslim diwajibkan pula mempercayai
Rasul-Rasul Allah pada masa-masa sebelumnya dan memuliakannya. Di dalam
kitab suci Al-Qur'an terdapat nama dua puluh lima Rasul Allah, yang satu
persatunya disebutkan dengan nyata, yaitu:
Adam, Idris,Nuh, Hud, Shalih, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishak, Yaakub, Yusuf,Ayub, Zulkifli,Syu'aib, Musa, Harun, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Yunus, Zakharia, Yahya,Isa,
5. Iman
Kepada Kebangkitan Setelah Mati
Iman kepada kebangkitan setelah mati adalah keyakinan
yang kuat tentang adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah akan membalas
kebaikan orang-orang yang berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat
jahat. Allah mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia menghendaki.
Pengertian alba’ts (kebangkitan) menurut syar’i adalah dipulihkannya
badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia keluar dari
kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan
bersegera mendatangi penyeru. Kita memohon ampunan dan kesejahteraan kepada
Allah, baik di dunia maupun di akhirat.
6. Iman
Kepada Takdir Yang Baik Maupun Yang Buruk Dari Allah Ta’ala.
Iman kepada takdir
adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu
terjadi karena takdir Allah. Allah ta’ala telah mengetahui kadar dan waktu
terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan
mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah
diketahui-Nya itu. Allah telah menulisnya pula di dalam Lauh
Mahfuzh sebelum menciptakannya. Allah berfirman :
Artinya :”Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu
menurut qadar (ukuran).” (Al-Qomar: 49).
C.
Cara Memperdalam Iman
Sungguh banyak cara yang bisa dilakukan seorang muslim
untuk meningkatkan keimanannya. Diantara cara tersebut adalah berikut ini:
1.
Mentadabburi Al-Quran
Tadabbur (mengkaji) Al-Quran merupakan salah satu cara
yang utama untuk memperkuat keimanan. Semakin dalam seseorang mengkaji
Al-Quran, dan semakin banyak ilmu dan ma’rifat yang dia dapatkan di dalamnya,
niscaya akan semakin bertambah keimanannya. Demikian pula ketika ia mengamati
keteraturan dan ketepatan susunan ayat-ayatnya, niscaya dia akan mendapati
bahwa keseluruhan ayat Al-Quran saling membenarkan antara satu dan lainnya,
tidak ada pertentangan di antaranya. Apabila seseorang membaca Al-Quran dengan penuh
tadabbur, memahami makna dan maksudnya-layaknya buku yang dihafal oleh
seseorang lalu ia menerangkannya-niscaya dia akan dapat memahami maksud Allah
Swt. yang telah menurunkan Al-Quran tersebut. Dan ini merupakan salah satu
penguat iman yang paling besar.
2.
Mengenal Hadits Nabi
Demikian juga mengenal hadits Nabi Saw. dan hal yang
dapat menyampaikan kepadanya berupa ilmu-ilmu tentang iman dan amal. Semua itu
termasuk perkara-perkara yang akan melahirkan iman dan memperkuatnya. Apabila
ma’rifat seorang hamba tentang Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw. bertambah,
niscaya bertambah pula iman dan keyakinannya hingga ilmu dan imannya telah
sampai kepada derajat yakin.
3.
Mengenal Pribadi Nabi
Cara lainnya untuk menghadirkan benih-benih iman adalah
ma’rifat kepada Nabi Saw. serta mengenal akhlaknya yang tinggi dan sifatnya
yang mulia. Siapa yang benar-benar mengenal beliau niscaya dia tidak akan
pernah meragukan kebenarannya dan kebenaran al-Kitab, as-Sunnah, dan agama yang
dibawanya.
4.
Tafakkur
Sebab lain yang akan menumbuhkan keimanan
adalah tafakkur terhadap alam semesta berupa penciptaan langit, bumi,
dan berbagai jenis makhluk yang ada padanya. Demikian juga memikirkan segala
apa yang ada pada diri manusia dan sifat yang ada padanya. Semua itu adalah
pendorong yang kuat bagi iman. Karena segala sesuatu yang ada merupakan
keagungan ciptaan yang menunjukkan qudrat dan kebesaran Yang Maha Pencipta.
Selain itu, keindahan dan keteraturan alam yang menakjubkan ini juga
menunjukkan ilmu Allah Ta’ala yang luas dan hikmah (kebijaksanaan)-Nya yang
mencakup segala hal.
Demikian pula memikirkan faqirnya semua makhluk dan
berhajatnya mereka kepada Rabbnya dari semua sisi. Makhluk tak bisa terlepas
dari Allah sekejap mata pun. Hal itu mengharuskan hamba untuk tunduk secara
sempurna, banyak berdo’a, dan bermunajat kepada Allah guna meraih apa yang
dibutuhkannya untuk kebaikan agama dan dunianya serta menolak segala yang akan
melahirkan kemudharatan bagi keduanyanya. Lebih dari itu, ia juga akan
melahirkan sikap tawakkal sepenuhnya kepada Allah, keinginan yang kuat untuk
mendapatkan kebaikan dan ihsan-Nya, serta keyakinan yang sempurna terhadap
janji Allah Swt. Dengan ini, iman menjadi mantap dan kuat. Demikian pula dengan
tafakkur terhadap banyaknya nikmat Allah yang selalu dibutuhkan oleh semua
makhluk setiap pada saat.
5. Banyak Berdzikir
Sebab lain yang dapat memperkuat keimanan adalah
memperbanyak dzikir dan berdo’a kepada Allah . Yaitu dzikir yang dilakukan
setiap saat, baik dengan lisan, hati, amal (perbuatan), maupun sikap. Perlu
diingat bahwa kadar keimanan seseorang tergantung pada banyaknya ia berdzikir.
6. Mengenal Kebaikan-kebaikan Islam
Menyadari kebaikan-kebaikan yang ada pada ajaran Islam
merupakan salah satu faktor penguat keimanan. Sesungguhnya semua ajaran Islam
baik. ‘Aqidahnya adalah yang paling benar dan paling bermanfaat. Akhlaknya
adalah yang paling bagus. Segala hukum dan amalan yang ada di dalamnya adalah
yang terbaik dan teradil. Dengan cara pandang seperti ini, Allah Ta’ala akan
menghiasi hati hamba dengan keimanan dan menjadikannya cinta kepada-Nya.
7.
Beribadah Dengan Optimal
Faktor penting lainnya yang dapat menguatkan keimanan
adalah beribadah kepada Allah dengan ihsan (optimal) dan berbuat baik kepada
makhluk-Nya. Ihsan dalam beribadah terwujud dengan bersungguh-sungguh ketika
beribadah kepada Allah seakan-akan ia melihat-Nya. Jika ia tak
mampu melakukan hal itu, maka ia menghadirkan dalam hatinya satu
keyakinan bahwa Allah menyaksikan dan melihatnya. Hal ini akan membuat seorang
hamba bersungguh-sungguh dalam beramal dan melakukannya dengan sangat baik. Ia
senantiasa berjuang melawan nafsunya sehingga iman dan keyakinannya kuat dan
sampai kepada derajat haqqul yaqin yang merupakan martabat keimanan
yang paling tinggi. Itulah saat ketika ia merasakan manisnya berbuat taat.
8.
Berdakwah
Berdakwah mengajak kepada Allah dan agama-Nya, serta
saling menasihati dengan kebenaran dan kesabaran merupakan faktor lain yang
dapat mempertebal keimanan. Dengan berdakwah seorang hamba berarti
menyempurnakan (keimanan) dirinya dan keimanan orang lain.
9.
Menjauhi Perbuatan Dosa
Hal lain yang akan mengokohkan keimanan adalah menjauhkan
diri dari segala yang mengantarkan kepada kekufuran, nifak, fasik, dan maksiat.
10.
Mengerjakan Ibadah Sunnah
Termasuk sebab penguat iman juga adalah mendekatkan diri
kepada Allah dengan melaksanakan ibadah sunnah setelah yang fardhu dan
mendahulukan apa yang dicintai Allah atas segala yang lainnya ketika melawan
hawa nafsu.
11.
Berkhalwat
Di antaranya juga adalah berkhalwat (menyendiri) bersama
Allah ketika Dia turun (ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir) untuk
munajat kepada-Nya dan membaca Kalam-Nya (Al-Quran), dengan menghadapkan hati
penuh penghambaan di hadapan-Nya, kemudian menutupnya dengan istighfar dan
taubat.
12.
Dekat Dengan Ulama dan Orang Shalih
Penguat iman lainnya adalah duduk (di satu majelis)
dengan para ulama yang benar dan ikhlas guna memetik buah yang baik dari
perkataan mereka, seperti dipilihnya buah yang baik (dari pohon).
13.
Menjaga Hati
Hal lain yang akan menguatkan keimanan adalah menjauhkan
diri dari segala sesuatu yang dapat membatasi dan memisahkan antara hati
seorang hamba dan Allah Ta’ala.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Rukun Iman dapat diartikan
sebagai pilar keyakinan, yakni pilar-pilar keyakinan seorang muslim, dalam hal
ini terdapat enam pilar keyakinan atau rukun iman dalam ajaran Islam, yaitu:man
kepadaAllah,
Iman kepada Malaikat-malaikat Allah, Iman kepada Kitab-kitab Allah, Iman
kepada Rasul-rasul Allah, Iman kepada hariKiamat, Iman kepada Qada dan Qadar,
Iman kepada Allah serta iman
kepada sifat-sifatnya akan mempengaruhi perilaku seorang muslim, sebab
keyakinan yang ada dalam dirinya akan dibuktikan pada dampak perilakunya. Jika
seseorang telah beriman bahwa Allah itu ada, Maha Melihat dan Maha Mendengar,
maka dalam perilakunya akan senantiasa berhati-hati dan waspada, ia tidak akan
merasa sendirian, kendati tidak ada seorang manusiapun di sekitarnya.
Keyakinan terhadap adanya
malaikatakan berpengaruh terhadap perilaku manusia. Jika kita yakin ada
malaikat yang mencatat semua amal baik dan buruk kita, maka seorang muslim akan
senantiasa berhati-hati dalam setiap perbuatannya karena ia akan menyadari bahwa
semua perilakunya tersebut akan dicatat oleh malaikat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Bahjat,Mengenal Allah,pustaka hidayah,Bandung;1986
Abdurrahman Habanakah,pokok-pokok aqidah islam,gema
insani,Jakarta;1986
Muhammad Nur. 1987. Muhtarul
Hadis. Surabaya: Pt. Bina Ilmu.
Miftah Faridl. 1995. Pokok-pokok
Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka
Syed Mahmudunnasir.
1994. Islam, Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Rosdakarya.
Toto Suryana, Dkk.
1996. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara